Kengerian Thirteen Reasons Why

10:09 PM


Saat scrolling timeline Instagram dan Twitter, gue gak sengaja nemuin satu judul serial yaitu Thirteen Reasons Why yang diunggah oleh temen-temen gue. Karena bendera agung Netflix, gue yang tadinya tak begitu tertarik langsung mencari cara untuk bisa menonton serial ini. Kepuasan menonton Stranger Things dan Narcos yang sungguh “wow” adalah alasan kenapa gue percaya serial ataupun film buatan Netflix itu selalu sukses. Tanpa basa basi, gue pun langsung mulai menonton Thirteen Reasons Why.

Gue selalu tertarik dengan konsep yang segar dan segala inovasi baru dalam menceritakan sebuah kisah, seperti yang ditampilkan Thirteen Reasons Why. Serial ini sudah berhasil mengikat gue sebagai penonton dari episode pertama, dan langsung memaksa gue untuk segera menghabiskannya. Pada dasarnya plot serial ini sederhana: hanya menceritakan 13 tape yang berisi alasan mengapa Hannah Baker melakukan bunuh diri.  Sederhana, bukan? Tapi tidak dengan karakter di dalamnya.

Solid, Kokoh, Berkembang,

Ya, karakter dalam serial ini punya banyak poin plus yang bisa dibanggakan sebagai sebuah sajian berseri. Menurut gue sebuah serial yang berhasil adalah serial yang bisa membuat kita percaya bahwa karakter itu hidup dan nyata. Itu juga yang gue rasakan ketika nonton Breaking Bad yang gue nobatkan sebagai Serial Maha Sempurna. Kalau lo udah nonton Thirteen Reasons Why, tapi belum sampai tape terakhir, gue yakin lo akan mulai mengerti mengapa karakter dalam serial ini diciptakan seperti itu ketika sudah sampai di tape 13.

Selain karakter yang mengagumkan, kelebihan utama dalam serial ini sudah jelas tentang isu bullying dan juga sexual harassment dalam kehidupan remaja, khususnya SMA di Amerika. Impresi gue saat selesai menonton serial ini adalah ketakutan akan sekolah di Amerika. I don’t know why, but they’re seems not kind at all. Mudahnya merendahkan seseorang dan ketika yang populer menjadi raja adalah kengerian yang bisa gue bayangkan sebagai Hannah Baker. Terlebih dengan budaya barat yang memuja privasi, yang menyebabkan sulitnya untuk bercerita dengan orang tua sendiri. Pada akhirnya kita mengerti apa isi hati Hannah Baker (thanks to Clay Jensen).

Sebagai penutup, gue hanya berdoa agar serial ini tak dilanjutkan.


You know why if you already watched it.  

You Might Also Like

0 comments