Ingat betul rasanya, ketika The Last Airbender rilis, saya dan teman-teman memilih untuk
menontonnya di bioskop ketimbang
menontonnya di laptop - padahal kami punya file
bajakannya dengan resolusi lumayan bagus. Keputusan ini kami ambil karena kala
itu serial Avatar begitu sukses, dan
kami rasa itu akan terjadi juga di filmnya. Alih-alih jadi sesuatu yang megah, The Last Airbender malah jadi salah satu
film adaptasi tersampah yang pernah saya tonton. Kesalnya diri ini terhadap M.
Night Shyamalan yang juga sang pembuat The
Sixth Sense pun tak terbendung.
Beberapa tahun kemudian, saya melewatkan banyak film buatan
Shyamalan karena kekesalan tersebut masih ada. Hingga akhirnya beberapa waktu
lalu saya tertarik untuk menonton Split.
Dengan menaruh harapan di bawah ekspektasi, saya merelakan apapun yang akan
terjadi dalam bioskop, dan sudah siap untuk dikecewakan. Namun di luar dugaan, Split menyuguhkan sebuah konsep dan ide
yang menyenangkan saya.
Secara garis besar, Split
berpusat tentang Kevin yang diperankan oleh James McAvoy. Ia menculik 3 gadis,
dan menahannya di sebuah rumah untuk kemudian diberikan kepada 'monster'. Kevin
memiliki 23 kepribadian yang membuatnya sukar untuk dikendalikan. Ada banyak
karakter lain yang muncul dalam film ini dengan tujuan menghambat
kegilaan-kegilaan kevin beserta kepribadiannya.
Premis sederhana itu ternyata bisa berkembang menarik dan
justru menegangkan. Meskipun secara production
value film ini tak bisa dibanggakan, namun semangat indie kelas Amerika
dalam film ini perlu diapresiasi. Budgetnya kurang dari 10 juta dollar AS,
bandingkan dengan The Last Airbender
yang dimodali 150 juta dollar AS. Dengan budget minim ini Shyamalan justru bisa
menghibur saya jauh yang The Last
Airbender bisa lakukan. Pengalaman yang ditimbulkan setelah menonton film
ini pun begitu positif.
Namun yang jadi sorotan utama tetap kegemilangan James
McAvoy dalam memerankan Kevin. Saya sungguh menyukai bagaimana McAvoy bisa
menampilkan berbagai karakter dalam film ini. Tanpa celah. That was a pure class, I think.
Dari segi penyutradaraan dan cerita, film ini punya
kerumitan-kerumitan plot yang akan membuat anda bingung jika melewatkan beberapa
scene. Ada banyak metafora serta analogi menarik yang bisa kita dapatkan dalam
film ini. Kisahnya memang tak cukup sederhana untuk dinikmati, tapi memuaskan. Shyamalan
seperti menemukan kembali jati dirinya yang sudah lama terkubur.
Overall, saya
merekomendasikan film ini bagi Anda yang ingin merasakan kembali The Sixth Sense. Jangan lupa ucapkan
pula selamat datang kembali M. Night Shyamalan. Mari maafkan dosa-dosanya
terdahulu.
Rating: 8/10